“SPRING IN LOVE 20” (봄 사랑에)
Tsatsa terus mengikuti laki-laki itu dengan penuh keingin tahuan hingga dia tak menyadari telah berada di luar daerah. Tsatsa memberanikan diri untuk berbicara dan mengibangi langkah laki-laki itu.
“kakak..., boleh aku bertanya sesuatu?”ucap Tsatsa dengan sangat pelan.
Laki-laki itu berbalik dan memandang Tsatsa dengan jengah,”untuk apa kau mengikutiku terus?”
“aku...aku hanya...”ucap Tsatsa dengan gugup.
“pergi atau aku akan mengantarmu ke kantor polisi..”ancamnya.
“tapi kak aku hanya...”ucap Tsatsa namun laki-laki itu tak perduli dan berlari meninggalkan Tsatsa,”kak...kakak...”Tsatsa mencoba mengejar namun langkahnya terhenti ketika sekelompok preman menghalangi jalannya,”mau apa kalian?”ucap Tsatsa setengah ketakutan dan memeluk tasnya menjadikannya sebagai tameng.
“hanya ingin bersenang-senang denganmu...,serahkan tasmu dan kami tak akan menyakitimu...”ucap salah seorang di antaranya. Tsatsa menatap satu persatu preman yang menghakanginya dan berfikir untuk kabur ketika orang yang diikutinya kembali.
“apa yang kalian lakukan?” Tsatsa memandang laki-laki itu dengan rasa terima kasih.
“ah..., kakak... kami hanya...”ucap salah seorang di antaranya dengan gugup,”kami kira dia mengikutimu karena ingin mencuri seusatu darimu...”ucapnya beralasan.
“aku yang akan mengurusnya, kalian pergilah, aku sudah mengatakan untuk tidak mencampuri urusanku...”ucapnya dengan suara tegas, gerombolan preman yang nenghalangi Tsatsa tadi langsung bubar, Tsatsa diam ketakutan,”apa ku bilang, jangan mengikutiku..., anak kecil sepertimu seharusnya berada di rumah..., katakan alamatmu biar aku yang mengantarmu...”ucapnya sedikit jengah.
“aku tidak ingin pulang, jika kakak memang tak suka pada kehadiranku, aku akan pulang...”ucap Tsatsa lalu berbalik pergi dengan gontai.
“apa yang ingin kau tanyakan?”tanyanya membuat langkah Tsatsa terhenti, dan dia berbalik mendekat.
“sungguh kakak mau menjawabnya?”Tanya Tsatsa memastikan. Laki-laki itu mendengus kesal lalu mengangguk,”aku hanya ingin bertanya pada kakak, ma... mau kah kakak mengajariku bernyanyi...”Tsatsa menunduk.
“apa? Kau gila? Aku tidak bisa, aku bukan sehebat yang kau fikir untuk mengajarimu, cari saja orang lain...”tolaknya dengan tegas.
“tapi kak...., bagaimanapun... suara....suara kakak....”Tsatsa memegang perutnya yang tiba-tiba terasa perih,”a....au....”pekik Tsatsa yang tiba-tiba jatuh tak sadarkan diri.
Bella memainkan bola basketnya sambil menatap sekeliling taman, sudah 2 jam dia mencari Tsatsa bersama Linda yang berpapasan dengannya.
“aku bersalah padanya...”ucap Linda dengan murung.
“kurasa, kakak memang keterlaluan...”ucap Bella dengan nada datar.
Linda memasang tampang sebal sambil menatap Bella,”ya..., tidak bisakah kau menghiburku sedikit..., dari dulu sikapmu dingin sekali..., pantas kau di sebut ratu salju...”dengus Linda kesal.
“aku hanya mengatakan kebenaran...”tambahnya dengan cuek lalu beranjak mendrible bolanya,”bagi kakak, mungkin kakak bisa menerimanya, tapi bagi Tsatsa, sama seperti aku..., terlalu cepat untuk mengetahui kenyataannya..., apa lagi dia tau kalau semua menutupi darinya...”ucap Bella lalu melempar bola pada Linda,”seandainy aku menjadi Tsatsa pun mungkin aku akan melakukan hal yang sama, Tsatsa butuh waktu untuk memikirkan segalanya...”.
Linda menatap bola di tangannya, diam sesaat lalu berkata,”kau benar Bella, aku mungkin terlalu terburu-buru aku hanya tak ingin Tsatsa salah paham, tapi akibatnya ternyata lebih parah...”Linda melempar bola itu kembali pada Bella,”ayo kita makan, jangan memaksakan diri untuk bersikap tidak perduli pada perutmu Bella...”ucap Linda lalu menarik Bella ke arah kedai makanan di pinggir jalan.
“dari mana kakak...”
“sudahlah..., ayo...”keduanya masuk ke dalam kedai dan memesan mie ramen lengkap.
“aku...”
“aku yang bayar, tapi jika kurang kau harus menyumbangkan uangmu...”ringis Linda, dan Bella langsung memasang tampang sebal.
Kedunya makan dengan tenang ketika seseorang tiba-tiba datang.
“Bella...”ucap Ji Young yang datang dengan seorang wanita.
Bella menatap Ji Young lalu ke arah wanita di sebelahnya. Bella mencoba untuk bersikap biasa namun hatinya tetap saja cemburu.
“ah...,sensanim...”ucap Linda menyapa,”mau duduk di sini bersama kami??” ucap Linda menawarkan.
Ji Young datang mendekat dan duduk tepat di depan Bella,”apa yang kalian lakukan malam-malam seperti ini?”tanyanya.
“ah..., kami...kami sedang jalan-jalan sensanim...”ucap Linda berbohong.
Bella yang merasa panas melihat Ji Young dengan wanita lain, beranjak dari tempatnya.
“Bella, hei..., tunggu makananu belum habis...”ucap Linda namun Bella tidak perduli dan mengambil bolanhya.
“kakak saja aku sudah cukup kenyang...”kata Bella dengan dingin.
“ish kau ini..., sensanim..., kami duluan...,nona....”Linda menunduk alu pergi setelah membayarnya. Sementara Ji Young tersenyum aneh.
“apa yang kau tertawakan?” ucap wanita yang bersama Ji Young.
“tidak kak..., ada hal lucu tapi kakak tak perlu tau...”ucap Ji Young dan terus tersenyum.
“dasar aneh...”cibir wanita itu.
“Bella, hei... tunggu...”ucap Linda setengah berlari mengejar Bella.
Tanpa memperdulikan ucapan Linda Bella terus berjalan tanpa tujuan. Linda berhasil menyusul Bella dan menarik tangannya sambil mengambil nafas.
“kau...kau gila...”ucap Linda dengan jengkel,”ada apa denganu?, kenapa kau begitu marah pada Ji Young sensanim?”selidik Linda.
“itu bukan urusan kakak...”ucap Bella dengan dinginnya sambil menarik tangannya dan berjalan pergi.
“kau menyukai sensanim?”ucap Linda dengan lantang dan membuat langkah Bella terhenti.
“aku...”ucap Bella ragu, namun Linda tersenyum dan menyusul Bella lalu menatap wajahnya.
“benarkan kataku?” Linda mengangkat wajah adiknya yang tertunduk,”Bella..., aku suka kau begini...”
“maksud kakak? Aku tidak mengerti jalan fikiran kakak yang aneh...”cibir Bella lalu berpaling.
Linda menghela nafas jengkel,”Yaa..., bisa tidak kau mendengarkan aku tanpa mengatai aku?! Aku suka jika kau bisa memperlihatkan wajah cemburumu dari pada wajah dingin mu seperti, es yang tidak akan pernah mencair...”balas Linda.
“aku tidak cemburu...”bantah Bella dengan sungkan.
Linda mulai menggoda Bella,”aku rasa..., kau hanya salah paham, bisa ku tebak itu bukan pacar sensanim...”.
“jangan mengkhayal kak..., kau ingin berdebat denganku atau mencari Tsatsa?”ingat Bella. Dan membuat Linda tersentak kaget.
“Bell..., ayo kita lari...”perintah Linda sambil menarik tangan Bella.
“ada....”belum sempat Bella menyelesaikan kata-katanya beberapa orang tampak menatap mereka dengan mata yang aneh.
Bella dan Linda segera berlari,”siapa mereka kak?”tanya Bella terngah.
“entahlah aku tak tau...”ucap Linda terengah, keduanya berbelok ke sudut lain dan bersembunyi di belakang semak. Para pengejarnya kehilangan jejak keduanya dan mencari ke arah lain.
“apa kakak memukul orang lain lagi?”ucap Bella setengah mencibir, Linda yang kesal menjitak Bella hingga dia meringis kesakitan,”au...kakak...”
“aku tak pernah memukul orang kau tau!”ucap Linda kesal.
Bella menatap Linda jengah sambil mengusap kepalanya yang berdenyut,”baru saja kakak melakukannya...”Bella meninggalkan Linda dan terhenti ketika menyadari sesuatu,”Bolaku....”ucap Bella menyadaribola basket kesayangannya tak ada di tangannya.
“apa? Ah..., kurasa tertinggal di kedai tadi...”ingat Linda.
Bella segera berlari ke arah kedai tadi dan mendapati Ji Young bersandar di sisi mobilnya sambil memutar bola milik Bella.
Bella menatap ragu lalu mendekat,”aku ingin mengambil bolaku...”ucap Bella dengan nada dinginnya.
Ji Young sempat tersenyum,”jika kau ingin, mendekatlah...”ucap Ji Young menggoda.
Wajah Bella sempat bersemu merah namun dia mencoba untuk bersikap dingin dan mendekat.
“aku tak ingin kau marah padaku...karena...”ucap Ji Young di sebelah telinga Bella.
Bella segera mengambil bolanya dan berkata dingin pada Ji Young,”berhenti mempermainkanku kak...,anggap saja waktu itu kata-kataku hanya ocehan dari seorang anak kecil yang tak tahu malu...”Bella meninggalkan Ji Young tanpa menoleh lagi.
“turunkan aku...,”ucap Lina sambil memberontak.
“hei..., aku sudah menolongmu bisa tidak kau tenang sedikit?”ucap Hyung Joon kesal karena Lina mempersulit jalannya,”kau juga ternyata berat...”.
“hah..., lucu...”Lina diam kesal hingga tiba di mobilnya,”aku tak ingin banyak berhutang budi padamu, akan ku balas secepatnya,Trims...”
Hyung Joong tersenyum sinis pada Lina ketika Herlina datang dengan tergesah.
“kakak...”ucap Herlina sambil mendekat,”kau tak apa-apa?”tanya Herlina pada Lina.
Lina menggeleng lemah dan masuk ke dalam mobilnya.
“Tunggu...”ucap Herlina sambil menahan Lina.
“m? Ada apa?”tanya Lina bingung.
“kakak kau antarkan Lina...”ucap Herlina memerintah.
“apa? Aku? Aku tidak mau!”kata Hyung Joon dengan tegas.
“kakak...”kata Herlina sedikit membentak,namun Hyung Joon tetap tak mau mengantar.
“biar aku pergi sendiri saja...”kata Lina dan menstarter mobilnya namun Herlina menghentikannya.
“kak...,kau tega?”tanya Herlina meminta dengan tulus.
Hyung Joon menggeleng,”aku tak ingin mengantarkan wanita sombong ini...”
“kakak...”ucap Herlina sambil memelototi Hyung.
Hyung menatap Herlina dengan rasa kesal,”kau terlalu banyak meminta padaku tau!”
“apa salah?”tanya Herlina balik melotot.
Lina merasa tak enak dan beusaha berbicara,”aku bisa menyetir sendiri..., jangan khawatir...”
“Tidak..., jika kakak tak mau..., biar aku yang mengantarmu...”ucap Herlina.
“APA!”pekik Hyung Joon setengah melotot. Dan Lina mngerutkan alisnya ragu.
Tsatsa membuka matanya dan menatap sekeliling yang di rasa asing baginya. Tsatsa bangkit dan menyadari dirinya ada di sebuah kamar. Saat Tsatsa sedang termenung laki-laki yang diikuti Tsatsa datang dengan nampan bubur di tangannya.
“kau sudah sadar? Mengherankan, aku tak pernah menemukan orang yang tak sadarkan diri karena belum makan...”cibirnya dan meletakkan nampan itu di sebelah Tsatsa.
“aku hanya...”kata Tsatsa ragu.
“apa kau di buang?”sindirnya sambil tersenyum sinis,”setelah makan kau bisa pergi, aku tak ingin menampung lama anak-anak...”.
Tsatsa menatap laki-laki itu dengan marah, lalu bangkit dan mengambil tasnya,”aku tidak di buang, aku lah yang membuang diriku...”ucap Tsatsa ketus lalu berbalik akan pergi saat melihat foto orang yang di kenalnya,”kak Linda...”
“ada apa?, kau berniat untuk mengambil bubur ini kembali?”tanyanya.
Tsatsa berbalik dan menatap laki-laki itu,”kau mengenal kakakku?”
“apa? Siapa?”tanya laki-laki itu sambil mengerutkan alis.
“wanita di foto yang memegang gitar ini, kau mengenal kak Linda?”ulang Tsatsa sambil menunjukkan foto Linda yang sedang memegang gitar dan dikelilingi 3 laki-laki.
“apa? Kau mengenal Linda?”Laki-laki itu balik bertanya pada Tsatsa dengan heran.
“dia kakakku..., apa hubunganmu dengannya?”ucap Tsatsa kali ini lebih berani. Keduanya saling betatapan heran.
“ingin sampai kapan kau mengikutiku?”tanya Frans Chan agak kesal.
Hee Chul yang akan turun dari mobil mengurungkan niatnya dan menyalakan mesin mobilnya,”baiklah jika kau kesal karena aku selalu mengikutimu terus, aku akan pergi...”Hee Chul meninggalkan Frans Chan yang menatapnya dengan perasaan tidak enak.
Frans berbalik dan menuju rumah ketika Nam Gil datang.
“paman?”ucap Frans agak heran.
Nam Gil tersenyu dan berkata,”aku hanya ingin berbicara dengan Lina..., aku juga ingin meminta maaf pada Tsatsa..., tapi sepertinya tak ada seorang pun di rumah...”Nam Gil menatap rumah yang terlihat lengang di depannya.
Keduanya masuk ke dalam rumah, dan menemukan Dhicca yang tak sadarkan diri di ruang tamu.
“Dhicca...., hei Dhicca...”Ucap Frans panik. Nam Gil segera membawa Dhicca ke kamarnya saat Lina datang.
“umma...”ucap Frans menghampiri mamanya,”apa yang terjadi? Kenapa...”Frans menatap penampilan Lina yang berantakan,”umma...., umma baik-baik saja kan?” tanya Frans.
“ya...ya..., umma tak apa, ada apa? Apa terjadi sesuatu?”tanya Lina dengan panik, Herlina di belakangnya mengikuti keduanya masuk,”duduklah..., aku akan berganti...”ucap Lina kemudian naik dengan cepat ke kamarnya. Usai Lina mengganti pakaiannya, Lina segera menghampiri Nam Gil yang memeriksa denyut nadi Dhicca,”Nam Gil..., apa yang terjadi?”tanya Lina.
“kita harus membawanya ke rumah sakit...”putus Nam Gil.
Lina tampak menimbang ketika Dhicca membuka mata dan menolak,”ti...tidak...aku tidak mau..., aku tak ingin berada di rumah sakit paman...”ucap Dhicca dengan sangat pelan.
“Dhicca...”ucap Lina menahan tangan Dhicca yang ingin bangkit.
“umm...umma..., aku tak ingin ke ru...rumah sakit...aku tak ingin meringkuk di sana sendirian..., aku mohon...”pinta Dhicca sambil menatap Lina dan Nam Gil dengan pandangan memohon.
“Nam Gil, bagaimana ini?”tanya Lina ragu.
Nam Gil mendesah sebentar dan memegang kening Dhicca,”berjanjilah untuk tidak melakukan hal yang tidak membuatmu merasa lelah, tidak hingga kau sembuh dan tidak merasa sakit lagi...”syarat Nam Gil,”bila suatu saat penyakitmu kambuh, aku tak dapat memastikan aku memperbolehkanmu untuk tetap di rumah...”ucap Nam Gil lagi.
Dhicca mengangguk lemah, Lina dan Nam Gil meninggalkan Dhicca untuk beristirahat.
“Saeng Baksanim mengatakan hal yang sama denganmu...”ucap Lina dengan langkah gontai,”aku rasa aku harus cepat membawanya, aku tak ingin hal lain terjadi padanya...”
Nam Gil berhenti di tangga dan memegang pundak Lina,”aku akan membantumu..., jangan khawatir..., kau sudah banyak membantuku...”.
Lina tersenyum dan mengangguk. Keduanya menuju ruang keluarga yang telah menunggu Herlina dan Frans yang tampak baru saja menyajikan minuman.
“umma..., bagaimana?”tanya Frans khawatir.
“kita harus membawanya, secepat mungkin...”jawab Lina singkat.
Frans duduk di sebelah Herlina dan sempat tersenyum sesaat.
“aku harus berterimakasih padamu, kau telah mengantarkanku, tapi maaf jika aku tak bisa...”kata Lina.
Herlina menggeleng,”tak apa, aku tau..., sebenarnya aku tak ingin mengganggu tapi ku rasa Hyung terlalu terlambat...”kata Herlina setengah bijak.
“jika kau ingin Nam Gil bisa mengantarmu...”tawar Lina sambil menatap Nam Gil yang sedang memperhatikan Herlina,”Nam Gil..., kau bisa?”
“em..., kurasa... jika...nona...”Nam Gil mengulurkan tangannya pada Herlina.
Herlina menyambutnya sambil tersenyum,”Herlina..., aku teman baru Lina...”canda Herlina setengah tertawa yang benar-benar membuat Nam Gil terpana.
“baiklah..., gomawo Nam Gil...”ucap Lina penuh rasa terima kasih.
“umma..., di mana yang lain?”tanya Frans menengahi.
“...”Lina terdiam lama.
“ada apa?”tanya Nam Gil lagi.
“Tsatsa pergi..., aku rasa dia marah padaku...”kata Lina yang teringat kembali,”aku akan mencarinya lagi..., ku rasa Bella dan Linda masih mencarinya...”Lina mengangkat wajahnya sambil menyeka air matanya,”kalian tak keberatan ku tinggal?”
“aku akan mencarinya setelah mengantar nona ini...”ucap Nam Gil mengajukan diri.
“aku juga...”ucap Frans.
Lina menggeleng menahan Frans,”tidak Frans kau harus di sini menjaga Dhicca..., biar umma yang mencari...”putus Lina.
Frans yang akan membantah mengurungkan niatnya, dan menahan diri.
“baiklah...,ayo...”Nam Gil mengambil kunci mobilnya dan berjalan keluar diikuti Herlina dan Lina.
“umma..., paman hati-hati...”ucap Frans merasa khawatir.
Lina mengangguk kemudian masuk ke dalam mobilnya ketika Ochy datang.
“nyonya..., maafkan aku tak bisa menemukan Tsatsa...”ucap Ochy dengan wajah bersalah.
“tak apa pulang lah, kau dan Taemin yang membuka toko besok ku harap kau dan dia tak keberatan...”ucap Lina dengan bijak.
Ochy mengangguk dan menatap Lina yang meninggalkan halaman setelah mobil Nam Gil melesat pergi.
“kau tau apa yang terjadi?” tanya Frans pada Ochy yang mengambil tasnya.
Ochy menggeleng,”aku tak tau, yang ku tau hanya Tsatsa kabur dari rumah, nyonya memintaku mencarinya, tapi kurasa Tsatsa benar-benar seperti di telan bumi..., aku pulang dulu...”Ochy melangkah keluar saat Rindi datang bersama bodyguardnya.
“Frans, kenapa toko tutup?”tanya Rindi dengan wajah kebingungan,”kau bisa meninggalkanku...”ucap Rindi pada Nickhun yang hanya diam kemudian berbalik pergi.
“Tsatsa kabur ahjumma...”ucap Frans perlahan.
“kabur? Kenapa? Dan...”ucap Rindi tertahan,”masalah pagi tadi?”
Frans mengangguk. Keduanya terdiam di tempat saat Bella datang dan berteriak.
“AHJUMMAAAA...,KAKAKKKK...., AWAS...”Teriak Bella saat sesuatu melayang ke arah Rindi. Refleks Frans menarik Rindi ke sisi lain hingga keduanya jatuh terguling di tanah.
Benda itu menghantam sisi toko yang terbuat dari kayu dan meledak, sepercik api mengenai bagian yang mudah terbakar dan dalam hitungan detik api itu membesar.
“TIDAAAAAAAAKKK...”teriak Bella, dengan cepat dia berlari kebelakang dan mengambil air keran untuk memadamkannya. Namun percuma saja api itu melahap cepat bagian yang mudah terbakar.
Rindi dan Frans berusaha membantu Bella memadamkan api.
“kak...cepat hubungi pemadam...”teriak Bella di antara kepanikan.
Rindi menurut dan dengan cepat menyambar ponselnya.
“sial...”ucap Bella dia mengambil air dan membasahi dirinya sendiri lalu menerobos masuk ke dalam rumah yang terbakar itu.
“BELLA...”teriak Frans. Bella yang nekat masuk ke dalam terus berusaha menjangkau kamarnya, dia berusaha mencari sesuatu di dalam kamarnya ketika mendengar suara Dhicca yang terbatuk.
“uhuk...”Bella dengan segera menghampiri Dhicca yang terpuruk di lantai dan berusaha menahan nafasnya karena asap yang mulai menebal.
“kakak...”Ucap Bella sambil menutupi hidungnya.
“a...apa, apa yang terjadi...uhuk...”ucap Dhicca berusaha untuk bangkit, namun efek obatnya masih bekerja.
“sudahlah kakak pakai ini...”Bella melepas jaketnya yang basah dan mengenakannya pada Dhicca lalu berusaha membantu Dhicca bangkit.
Di luar api mulai membesar, warga di sekitar sibuk menyelamatkan hartanya masing –masing dengan panik Frans berusaha menerobos namun Rindi menahannya.
“Ahjumma..., Dhicca dan Bella di dalam!”teriak Frans. Saat itu Linda datang dan menjatuhkan plastik yang di bawanya dan menatap kobaran api dengan ngeri.
“Dhicca..., dan Bella? Kakak...katakan mereka tidak...”Namun belum sempat Frans menjawab terdengar teriakan Bella dan Dhicca.
Linda menatap kobaran api dengan tekad kuat dia mengambil ember yang di bawa seseorang untuk memadamkan api dan menyiram tubuhnya sendiri.
“TIDAk, Linda JANGAN!”tanpa perduli Linda menerobos ke dalam, orang-orang yang berusaha menahannya di hempaskannya hingga terjengkang.
Linda menerobos masuk ke dalam, Asap tebal membuat langkahnya terhenti.
“BELLA....DHICCA!!!”panggil Linda.
“KAKAK...”sahut Bella di tangga paling atas dengan nafas tertahan.
Linda segera berlari ke atas dan menemukan Dhicca dengan nafas terengah. Linda segera melepas jaket luarnya dan menutupi Dhicca, lalu menyangga Dhicca.
“aku akan mengambil sesuatu..., kakak...”kata Bella tertahan.
“tidak...kita harus keluar sekarang!!”tolak Linda tegas. Bella sempat menatap kamarnya lalu mengikuti Linda dan memabntu menahan Dhicca di sisi bersebelahan dengan Linda. Ke duanya tiba di pintu depan yang bagian atasnya sudah roboh.
“SIAL...”maki Linda.
Di luar keadaan tegang menyelimuti Frans dan Rindi yang terus berusaha memadamkan api bersama orang-orang. Lina datang dengan wajah syok.
“apa..., apa yang...”ucap Lina menatap rumahnya.
“umma..., umma....,Linda,Dhicca dan Bella ada di dalam bagai mana ini...”tangis Frans pecah.
Lina seperti terhempas. Tanpa fikir panjang dia berusaha menyusul ketiga anaknya namun Frans dan Rindi menahan Lina yang mengamuk.
“LEPASKAN aku...ku mohon Rindi..., aku harus menyelamatkan anak-anakku...ku mohon...”pinta Lina setangah meronta.
“jangan Umma...”tangis Frans.
“apa yang terjadi?”ucap Nam Gil tak kalah syok ketika melihat kobaran api membesar mengahbiskan bagian toko bunga milik Lina.
Tak ada yang menjawab ketika pemadam kebakaran datang.
“kakak...uhuk...uhuk...”ucap Bella, ketiganya tertahan dengan kobaran api di bagian samping bangunan.
“tolong...tahan Dhicca...”perintah Linda. Bella menuruti perintah kakaknya sambil menahan Dhicca yang mulai tak sadarkan diri.
“Lin...da...”
Linda mengambil kursi di dekatnya, dia mencoba memecahkan kaca bagian belakang toko. Dengan sekali hentak kaca itu hancur berantakan.
“ayo cepat lewat sini...”perintah Linda sambil menghampiri Bella dan Dhicca,”Bella kau duluan...”perintah Linda sambil menahan tubuh Dhicca.
Bella menurut dan menendang ujung kaca terakhir yang masih menempel di jendela yang memanjang itu. Bella berhasil keluar dan di sambut oleh Frans yang melihatnya keluar.
“umma..., itu Bella...!”tanpa fikir panjang Frans menghampiri Bella,”Bella...”
“kakak bantu aku...” pinta Bella. Keduanya menarik Dhicca keluar.
“kakak bantu aku...” pinta Bella. Keduanya menarik Dhicca keluar.
“kakak Bella cepat tarik!”ucap Linda panik ketika sambaran api mengenai atas jendela. 2 orang pemadam kebakaran ikut membantu mengeluarkan Dhicca. Saat Bella mengelurkan tangannya untuk membantu Linda keluar, kobaran api membuat Linda terdiam.
“kakak! Apa yang kakak lakukan?”ucap Bella setengah panik.
Linda termenung, ingatannya berkelebat, Linda tiba-tiba menutup kedua telinganya dan berteriak ketakutan,”TIDAAAAAKK...”Linda terduduk sambil menutup telinganya dengan kedua tangannya.
“Kakak!”
“Linda!”ucap Frans panik, seorang pemadam kebakaran mencoba masuk, namun belum sempat melompati Jendela bagian atas sisi kiri rubuh dan menutup akses keluar.
“TIDAK...LINDA”teriak Lina yang kemudian tak sadarkan diri.
“KAKAK!”ucap Bella tak kalah histeris kedua pemadam kebakaran tadi mencoba menarik Bella dan Frans menjauh.
Dhicca telah di angkut ke dalam ambulan dan sempat terdengar dia memanggil nama Linda sambil terisak menahan sakit.
Para pemadam kebakaran mencoba untuk memadamkan api yang semakin berkobar itu. ..
TBC...
0 komentar:
Posting Komentar