“SPRING IN LOVE 21” (봄 사랑에)
Api terus berkobar melahap bagian depan rumah beserta toko bunga milik Lina. Sementara Linda yang terkurung api di dalam rumah masih menggigil ketakutan, ingatan lamanya kembali terulang. Ingatan yang kabur dan tak pernah diingatnya kembali lagi.
“a...apa ...apa ini...”ucap Linda, dia segera tersadar dan bangkit mundur,Linda tersadar menatap api di depannya. Linda segera berlari ke lantai atas. Asap memenuhi sebagian paru-parunya dan membuatnya sulit bernafas.
Linda masuk ke kamar Bella dan membuka Jendela bagian samping, ketika sesuatu jatuh di sebelahnya. Linda memungut Liontin bulat itu dan mengingat sesuatu.
Pemadam kebakaran yang akan menolong Linda di buat kesal karena Linda berbalik dan menuju kamarnya dan Dhicca. Di tengah asap Linda mencari sesuatu di mejanya dan menemukan kotak kecil tempat dia meletakkan kalung bermata cincin dengan tulisan halus di pinggir cincinnya. Linda menggenggam Liontin dan kalungnya lalu turun melalui tangga ketika dia ingat sesuatu,”dasar pabo!”maki Linda pada dirinya sendiri saat dia salah melewati jalan yang tertutup api. Linda bergegas melewati tangga ketika sepercik api mengenai lengannya.
“AKH...”ucap Linda Liontin itu terlempar dan matanya terbuka. Linda sempat terdiam, namun kemudian bangit dan mencoba mengambil Liontin yang berada di tengah api. Dengan cepat dia melompatdan menjangkau liontin itu. Linda sesaat terdiam ketika menatap foto Bella dan kedua orang tuanya.
“Nona!”panggil pemadam kebakaran dari arah tangga. Linda segera melompati balok yang telah jatuh itu. Linda berjuang melewati api, saat mencapai tangga pemadam kebakaran yang mencoba menggapai tangan Linda tertahan oleh balok kayu yang jatuh tepat mengenai kepala Linda. Dengan sisa kekuatannya Linda mencoba melompat dan menggapai pemadam kebakaran yang mengangkat dan menyelamatkannya keluar.
Bella,Rindi dan Frans yang menangis khawatir menunggu penyelamatan Linda akhirnya bernafas lega ketika pemadam kebakaran berhasil mengeluarkan Linda yang kesakitan menahan luka bakar di tangannya.
“Linda...!dasar bodoh kau...”ucap Frans.
“apa yang kau lakukan tadi?”tuntut Rindi setengah menangis.
“kakak...”ucap Bella. Linda tersenyum menatap air mata yang membasahi mata Bella,”jangan tertawa dasar kakak bodoh...”
“aku senang kau menangis untukku..., ini...”Linda menyerahkan Liontin itu pada Bella.
Bella segera mengambil liontinnya dan menggenggamnya dengan erat.
“kakak go...ma...”ucap Bella namun kesadaran Linda perlahan menghilang dan akhirnya dia tak sadarkan diri dan terjatuh di tanah.
“aku adiknya sekarang jawab pertanyaanku tadi...”tuntut Tsatsa dengan tegas.
Laki-laki itu sempat tersenyum sisnis lalu menjawab,”dia salah satu gitaris kami...”.
Tsatsa menatap ragu dan kembali akan mengajukan pertanyaan ketika laki-laki itu berkata,”sekitar 2 tahun yang lalu kami bubar...”
“aku tak percaya jika kakakku..., dia tidak pernah...”kata Tsatsa meragukan kata-katanya.
“kau kira aku berbohong? Katakan padaku bagaimana keadaannya?”tanyanya sedikit antusias.
Tsatsa menghembuskan nafas kesal dan sedikit berpaling,”apa yang di lakukan kakak? Kenapa dia berhenti?”
Laki-laki itu mengangkat alisnya setengah heran dia bertanya,”kau bisa menannyakan sendiri padanya, ‘kau adiknya, kau ingatkan?”ucapannya terkesan sinis yang membuat Tsatsa berfikir sesuatu,”tanyakan padanya kenapa dia meninggalkan band begitu saja...,tanyakan padanya apa dia masih ingat pada aku, Geun Suk?”
Tsatsa menatap marah pada laki-laki itu, dia kemudian pergi begitu saja setengah berlari di jalan yang terlihat lengang.
Tsatsa berjalan dengan fikiran penuh. Dia tak menyadari seseorang mengikutinya di belakang. Tiba-tiba sebuah mobil berhenti di dekatnya.
Laki-laki dalam mobil itu menyuruh Tsatsa untuk masuk ke dalam sambil menatap laki-laki yang mengikuti Tsatsa di pinggir gang.
“ka...kau...”ucap Tsatsa terkejud ketika menatap penolongnya.
Kyuhyun tersenyum dan menjalankan mobilnya meninggalkan tempat itu,”aku melihat mereka mengikutimu...”ucapnya,”aku baru kembali dari tempat syuting, jangan sangka aku akan menjahatimu...”
Tsatsa mengangguk dengan wajah bersemu merah,”Gomawo...”
“ya..., aku akan mengantarkanmu ke rumah tunjukkan saja jalannya...”ucapnya tetap fokus menyetir tanpa memperhatikan raut wajah Tsatsa yang berubah.
Tsatsa hanya diam dan tak menjawab.
“ada apa?”tanya Kyuhyun menepikan mobilnya di dekat jembatan.
“kakak turunkan saja aku di taman itu...”kata Tsatsa pendek sambil menunjuk taman di ujung jembatan.
“tidak, aku akan mengantarmu pulang...”ucap Kyuhyun bersikeras.
Tsatsa menggeleng dan akan membuka mobil ketika Kyuhyun mengunci semua akses keluar
“aku akan mengantarmu..., katakan alamatmu...”Kyuhyun bersikeras mengantarkan Tsatsa pulang, dengan perlahan Kyuhyun menyalakan mesin mobilnya,”jangan membohongiku...”ingat Kyuhyun.
Tsatsa hanya diam dan teringat kotak milik Kyuhyun yang berada di tasnya.
“hanya...,jika kakak mau menjawab pertanyaanku...”syarat Tsatsa sambil memegang tasnya erat.
Kyuhyun menatap Tsatsa dan tersenyum,”kau ingin bertanya? Ku harap itu bukan soal fisika...”
Tsatsa tersenyum mendengar lelucon Kyuhyun,”tidak aku hanya...,apa kau mengingatku?”
Kyuhyun memperhatikan Tsatsa sejanak lalu kembali fokus menyetir,”ku rasa kau orang yang menabrakku di taman bukan?”
Tsatsa menatap Kyuhyun tak percaya dia masih mengingatnya,”kakak...kau masih mengenalku?” tanyanya.
“kau fikir aku selupa itu? Jika aku tak mengingatmu aku tak akan mungkin menolongmu tadi..., kau seperti berbeda kau tak seperti para fansku...”ucapnya dan membuat Tsatsa tersadar.
“Fans?”tanya Tsatsa tak mengerti.
Kyuhyun mengerutkan alisnya merasa aneh dengan ucapan Tsatsa,”kau tak mengenal aku? Apa kau...”
“aku..., aku tak mengerti ku kira kakak hanya mirip, apa-apa itu...benar?”tanya Tsatsa tak percaya memastikan.
Kyuhyun membuang nafas dan tersenyum jengkel,”jadi kau kira aku palsu?”tanya Kyuhyun balik.
Tsatsa menggeleng dan masih memperhatikan Kyuhyun.
“kau masih tak percaya?”ucap Kyuhyun kesal,”sudahlah tunjukkan di mana rumahmu..., aku akan mengantarmu..”
“tidak-tidak perlu...”tolak Tsatsa, dia kemudian mengeluarkan kotak milik Kyuhyun yang dia ambil,”ini milikmu...”
Kyuhyun mengerem mendadak mobilnya dan menatap kotak itu,”darimana kau...”ucap Kyuhyun.
“Mian..., aku aku mengambilnya dari tempat kau membuangnya..., mian...”ucap Tsatsa merasa tak enak.
Kyuhyun memalingkan wajahnya dan bernafas berat,”kau bisa membuangnya...”
Tsatsa menatap Kyuhyun lalu berpaling pada kotak di pangkuannya,”aku tak akan membuangnya...”kata Tsatsa tegas.
Kyuhyun berpaling menatap Tsatsa,”kau...”
“kakak sudah membuangnya jadi biar aku yang..., biar aku yang memungutnya...”ucap Tsatsa sambil tertunduk malu.
Kyuhyun tersenyum mengejek,”terserah kau..., itu tak berharga lagi untukku...”keduanya kembali terdiam hingga Kyuhyun kembali berbicara,”katakan di mana rumahmu?”
“aku tak ingin pulang...”jawab Tsatsa.
Kyuhyun menatap aneh pada Tsatsa,”jangan-jangan kau...”.
“aku akan pulang sendiri kak..., aku tak akan kabur tolong kau buka...”Kyuhyun mengambil tas Tsatsa tanpa memperdulikan kata-kata Tsatsa dan mengambil dompet milik Tsatsa.
“kak...apa yang kau....”
Kyuhyun membaca kartu pelajar Tsatsa kemudian meletakkannya kembali pada Tsatsa.
“kak...”Tsatsa mencoba berbicara namun Kyuhyun yang tak perduli mengarahkan mobilnya menuju rumah Tsatsa.
Keduanya tiba, Tsatsa jatuh terduduk mendapati separuh rumahnya habis terbakar.
“a...apa yang terjadi...”Tsatsa menatap rumahnya,”Umma..., kakak..., ahjumma... dimana kalian?”panggil Tsatsa tertahan.
Kyuhyun mencoba membantu Tsatsa bangkit ketika Kim Bum datang.
“Tsatsa..., dari mana saja kau dan...,hei apa yang kau lakukan?”Kim Bum menatap Kyuhyun marah.
“aku hanya mengantarkan...”ucap Kyuhyun masih berusaha membantu Tsatsa, namun dengan cepat Kim Bum menggantikan posisinya.
“apa yang terjadi? Di mana...”ucap Tsatsa terbata.
Kim Bum sempat mengambil nafas sebelum menjawab,”semua keluargamu ada di rumah sakit, ku rasa ada yang mencoba meneror..., menurut keterangan polisi ada surat kaleng berisi peledak tingkat rendah, tapi saat meledak percikan apinya mengenai bagian yang mudah terbakar...”jelas Kim Bum.
Tsatsa menatap Kim Bum,”dimana? Dimana rumah sakitnya? Aku...aku..”
“aku akan mengantarkanmu...”ucap Kim Bum.
“tidak aku... aku akan menggunakan taxi...”tolak Tsatsa bergerak lemah namun Kyuhyun menariknya ke dalam mobilnya hingga membuat Kim Bum cemburu.
“hei biar aku yang...”Kim Bum berusaha untuk menyela Kyuhyun.
“akan lebih cepat dengan mobil dari pada sepedamu...”Kyuhyun menatap sepeda milik Kim Bum di bawah pohon, dan tanpa banyak bicara lagi dia kembali ke mobilnya meninggalkan Kim Bum yang tersenyum sinis menahan kesal.
“aku tak apa...”kata Linda jengkel karena terlalu di perhatikan keluarganya yang berkumpul mengelilinginya kecuali Dhicca dan Lina, yang sedang berada di ruangan lain.
Nam Gil membalut luka di tangan dan kening Linda yang terkena luka bakar,”kau gila..., beruntung kau tidak mati konyol...”
“ya’...paman...kau mendoakanku?!”Linda mencoba menendang kaki Nam Gil namun luka di lututnya membuatnya harus meringis kesakitan.
“kau pabo...”ucap Frans Chan menyeka air matanya.
“kakak...”kata Linda dengan wajah memelas, meminta untuk tidak di katai lagi.
“jika begini kondisinya aku yakin kau akan di anggap berandal yang sedang membuat kerusuhan...”cibir Rindi sambil melipat tangannya.
Linda mendesah kesal dan hanya diam tak menanggapi menahan perih di tangannya,”paman..., bagaimana dengan umma dan Dhicca?”tanya Linda kemudian.
“umma mu masih tak sadarkan diri, kurasa dia terlalu shock..., Dhicca...dia...,aku tak yakin bagaimana tapi kita harus merawatnya beberapa hari di rumah sakit.
“aku tak yakin kita masih mempunyai cukup uang untuk mendanai semua ini...”ucap Bella yang termenung di sebelah Frans.
Mobil Kyuhyun berhenti di sebuah rumah sakit umum, Tsatsa bergegas akan keluar ketika Kyuhyun menarik tangannya,”belum terlambat ku rasa, selamat ulang tahun...”
Tsatsa terdiam dan tersadar sambil berkata,”kamsahamnida....”
Kyuhyun tersenyum sekilas dan melepaskan tarikan tangannya dari lengan Tsatsa,”aku akan pergi, jangan tinggalkan keluargamu lagi..., jika au menemukanmu kabur, aku tak akan menolongmu lagi...”pesannya.
“m..., ara..., aku tak ingin banyak berhutang budi pada kakak..., gomawo....”Tsatsa meninggalkan mobil Kyuhyun dengan tergesah tanpa menatap Kyuhyun yang tersenyum padanya dan meninggalkan halaman rumah sakit itu.
Frans memeluk Bella dan berkata,”Mianhe..., mianhe Bella...,rumah...”
“itu rumah kita kak..., apapun yang terjadi..., jangan menyalhkan diri...”kata-kata Bella kali ini terkesan lembut dan menenangkan.
“Gomawo...”ucap Rindi sembil mengusap kepala Bella,”aku yakin kita pasti akan bisa membangunnya kembali...”
Frans melepas pelukannya dan menatap Bella dengan yakin,”ya..., aku bekerja paruh waktu saat ini..., aku yakin...3 bulan lagi kita bisa membangun rumah itu lagi...”.
“pasti...”sahut Linda sambil memegang lengan Bella dengan sebelah tangannya.
“tapi sebelum itu..., kurasa kalian harus mencari tempat tinggal dulu...”ungkit Nam Gil mengingatkan.
Keempatnya terdiam dan menunduk sedih.
“sudah...sudah..., apa yang kalian fikirkan..., kalian bisa tinggal dirumahku..., kebetulan aku memiliki 5 kamar...” Nam Gil menyarankan.
Keempatnya menatap Nam Gil dengan mata berbinar.
“benarkah paman? Paman tidak keberatan?”ulang Frans dengan penuh harap.
Nam Gil tampak menimbang dan berfikir,”em..., ku rasa aku tidak keberatan...”ucap Nam Gil setengah menggoda, Frans, Rindi serta Linda memeluk Nam Gil dengan ucapan terimakasih yang tak berhenti hingga Tsatsa datang dengan tergesah.
“kakak...”Tsatsa terkejut menatap Nam Gil, Tsatsa berbalik dan berlari pergi.
“Tsatsa...”ucap Linda tanpa sadar dia berlari mengejar Tsatsa dengan langkah tertatih sementara yang lain akan menyusul di tahan oleh Bella.
“ku rasa kita harus membiarkan mereka berbicara sebelum paman berbicara dengan Tsatsa...”ucapan Bella terkesan dewasa namun yang lain mengangguk dan menurut.
“Tsatsa...”Linda mengejar Tsatsa yang berlari ke arah taman di belakang rumah sakit dengan melewati para suster dan pasien lain yang menatap keduanya. Lutut Linda yang cidera membuat langkahnya oleng dan akhirnya terjatuh,”au...”
Langkah Tsatsa terhenti dia berbalik menatap kakaknya dan mendekat pelan untuk membantu.
“kakak pabo...”maki Tsatsa sambil membantu Linda. Keduanya duduk ditaman rumah sakit, sambil menatap langin yang saat itu penuh bintang.
“aku memang pabo...”ucap Linda sambil tersenyum.
Tsatsa mengerutkan alisnya, menatap Linda yang terlihat santai,”aku tak mengerti kakak...”
“aku memang tak bisa di mengerti..., kau tau di otakku hanya ada segudang kebodohanku..”Linda berkata sinis pada dirinya sendiri. Keduanya kembali terdiam hingga Linda kembali berbicara,”maafkan aku Tsatsa..., maafkan aku..., aku bukan kakak yang baik..., aku sudah menyakitimu..., tidak seharusnya aku berbicara seperi itu di hari ulang tahunmu..., bahkan aku memukulmu...aku bukan kakak yang baik..., kau berhak memakiku..., kau juga boleh memukulku...”ucap Linda merasa bersalah.
Tsatsa menatap Linda sesaat lalu berpaling sambil menarik nafas,”ya..., aku memang marah, kakak telah memukulku..., itu sakit kakak tau?”Linda mengangguk lemah,”kakak memang kakak yang bodoh, tapi bagaimanapun kakak adalah kakakku..., aku tak seharusnya mengatakan seperti itu pada umma..., aku...aku baru tau kondisi kak Dhicca..., aku hanya memikirkan diriku sendiri tanpa memikirkan yang lain..., tapi kakak aku hanya butuh kejelasan, aku hanya ingin tau yang sebenarnya...”ungkap Tsatsa.
Linda menatap Tsatsa dan berkata,”aku tau Tsatsa..., hanya saja aku mengerti umma tak ingin memberitahumu karena kau belum siap..., aku dan kak Frans mengetahui hal sebenarnya karena ketidak sengajaan, kau tau? Aku mengetahuinya saat umma dan paman Nam Gil berbicara..., aku tau jika aku ternyata anak pungut..., saat itu aku tak siap dan memberontak...”
“dan kakak kabur sepertiku?”sambung Tsatsa mengingat masalalunya,”saat umma bilang kakak sedang liburan musim semi 3 atau 2 tahun yang lalu?”tanyanya lagi.
Linda mengangguk lemah,”ya...saat itu aku benar-benar tidak siap...,maafkan aku...saat itu aku benar-benar menyesal.., aku tau kasih sayang umma selama ini sama tak berkurang sedikitpun walaupun aku bukan anak kandungnya...”
Keduanya terdiam cukup lama sambil menatap langit.
“selamat ulang tahun Tsatsa...,maafkan aku...”Linda memeluk Tsatsa erat dengan sebelah tangannya. Tsatsa membalas memeluk kakaknya dengan penuh kasih sayang.
“aku ingin bertanya pada kakak...”ucap Tsatsa melepas pelukannya,”kali ini tolong kakak katakan dengan jujur..., apa yang kakak lakukan saat kakak kabur?”tanya Tsatsa.
Linda terdiam dan menatap Tsatsa,”aku? Aku bisa di bilang melakukan hal bodoh, kau tak akan percaya..., sudahlah...ayo kita menemui Umma...”Linda beranjak dari tempat duduknya mencoba mengalihkan pembicaraan.
“apa benar kakak seorang gitaris?”pertanyaan Tsatsa membuat langkah Linda terhenti.
“...”
“kakak mengenal seseorang bernama Geun Suk?”Tsatsa melanjutkan pertanyaanya.
“dari mana kau...”Linda berpaling dan menatap Tsatsa heran.
“seseorang mengatakannya padaku...,kakak...apa benar?”ulang Tsatsa.
Linda kembali duduk di sebelah Tsatsa dan memandang ke arah kegelapan di seberang taman,”saat aku melarikan diri, aku bertemu dengannya, kau benar aku mengenalnya, kami sama-sama sedang melarikan diri..., aku bukan sehebat yang kau fikirkan Tsatsa..., aku hanya bisa beberapa nada dan dia mengajarkannya padaku, kami membentuk band bersama teman-temannya, band kecil yang sempat memenangkan beberapa perlombaan..., aku bodoh kau tau, aku terlalu asyik, aku tak menyadari umma mencariku selama 5 bulan lamanya, saat audisi terakhir..., kau tau Tsatsa saat itu mimpi kami adalah masuk ke dunia entertain, audisi terakhir...,umma datang dan memintaku kembali..., saat itu aku sadar berapa lama waktu aku meninggalkan rumah meninggalkan Dhicca yang saat itu di rawat di rumah sakit karena bersikeras mencariku yang pergi hingga berbulan-bulan..., dan aku pergi..., aku pergi meninggalkan mereka semua..., aku mungkin menjadi orang yang pengecut..., aku menghancurkan apa yang selama ini dia bangun....”ucap Linda dengan putus asa.
Tsatsa menggenggam tangan Linda dan berkata,”dia masih mengingatmu kak..., ku rasa dia dan yang lain masih mengharapkan kakak kembali...”.
“kau bertemu dengannya? Dengan Geun Suk?”tanya Linda sedikit terkejud.
“entahlah, dia hanya berkata apa kakak masih mengenal Geun Suk..., dan kenapa kakak pergi dari grup..., ku rasa kakak harus menjelaskannya...”jelas Tsatsa sambil tersenyum manis.
“whoo...ya...sejak kapan kau tersenyum semanis itu?”goda Linda.
Wajah Tsatsa berubah cemberut dan kesal,”ish kakak..., kau membuatku sebal..”
Linda mencubit pipi Tsatsa dengan sebelah tangannya,”hei...hei...tedy2 kecil...,senyummu lebih manis dari pada madu..., jangan ngambek yaa...”rayu Linda.
“kakak!”Tsatsa menepis tangan Linda dan keduanya tertawa bersama.
“kurasa..., kau juga harus menuntaskan kesalah pahamanmu dengan paman Nam Gil..., kau menyukai paman?”tebak Linda.
Tsatsa sedikit tersentak kaget dan berpaling menatap ke arah lain,”aku...”
“kau kesayangan paman Nam Gil, Tsatsa..., aku yakin kau baik-baik saja bukan? Jika kau menyukai paman katakan lah...”tambah Linda.
“jangan sok bijak kakak..., kakak jadi terlihat lebih tua dari umma...”cibir Tsatsa.
“aishh..., kau ini..., aku sungguh-sungguh...”Linda mengerucutkan bibirnya dan membuat Tsatsa tertawa.
“lama kita tidak seperti ini kak...”ucap Tsatsa. Linda tersenyum dan mengusap kepala Tsatsa lembut.
“kurasa..., kita memang tidak pernah seperti ini..., sudahlah ayo kita masuk..., tubuhku mulai kedinginan, padahal ini musim gugur...”keduanya menyusuri lorong rumah sakit dan kembali ke ruangan tadi.
“bagaimana kita tinggal?”tanya Tsatsa sebelum masuk ke ruangan pada Linda.
“di rumah paman Nam Gil...”ucap Linda yang langsung masuk ke dalam sementara Tsatsa tertahan di luar,”ada apa? Tak perlu takut...”ucap Linda menarik Tsatsa masuk ke ruangan pasien tempat Frans, Rindi ,Bella dan Nam Gil menunggu.
“hai semua...”ucap Tsatsa dengan gugup.
“Tsatsa...darimana saja kau...”Frans langsung memeluk Tsatsa dan Rindi mengusap rambut Tsatsa sedikit lebih keras.
“kakak..., ahjumma...”ucap Tsatsa sambil menarik dirinya,”aku..., aku minta maaf pada kalian...”.
“kau pabo Tsatsa....”ucap Frans,”kau terlalu pabo Tsatsa..., kami mencarimu... kau pabo..., jangan pernah tinggalkan keluarga ini lagi...”Frans memeluk Tsatsa erat sekali lagi,”aku tak ingin keluarga kita terpencar...”tambah Frans.
“mianhe kakak, mianhe...”Tsatsa memeluk Frans dan kembali menitikan air mata.
“kami menunggumu nak...”ucap Rindi sambil meremas pundak Tsatsa.
Tsatsa melepas pelukannya dan menatap Bella,”aku ...”
“jangan merasa bersalah..., bukan aku yang perlu kau kasihani..., temuilah umma setelah urusanmu selesai...”ucap Bella datar dan mengambil bola basket kesayangannya dan berjalan keluar.
“Bella benar, temui umma...”dukung Frans, Linda mengangguk setuju dan berkedip pada Tsatsa.
Nam Gil hanya tersenyum pada Tsatsa dan mencoba untuk bersikap biasa.
“aku ingin berbicara dengan paman...”ucap Tsatsa membalas senyuman Nam Gil.
Frans, Rindi dan Bella menatap Tsatsa.
“hanya sebentar...”ucap Tsatsa lalu berjalan keluar.
Nam Gil menuruti Tsatsa dan berjalan ke luar,”Tsatsa..., aku minta maaf padamu...”ucap nam Gil memulai.
Tsatsa memandang Nam Gil lalu sedikit menghela nafas dan mulai berbicara,”aku yang salah paman, seharusnya akulah yang meminta maaf padamu..., aku hanya cemburu paman tau, aku menyukai paman dari dulu, aku sadar..., rasa sukaku hanyalah sebatas kagum pada paman, ku harap paman tidak salah paham lagi padaku...”ucap Tsatsa.
“aku tau..., kau anak yang pintar..., aku mengerti padamu..., kausudah ku anggap sebagai adikku sendiri Tsatsa..., menyayangi sebagai keluarga seperti yang lain...”balas Nam Gil.
Tsatsa mengangguk,”m..., aku mengerti paman..., maafkan aku..., mungkin aku terlalu ingin selalu di perhatikan paman..., tapi... itu semua tidak penting..., hanya saja aku masih tak menyukai bibi Arrie...”ucap Tsatsa .
“aku tau..., tapi ku fikir dia akan berubah...”ucap Nam Gil sambil mengerutkan alisnya tak yakin.
“ara..., terserah paman saja..., jangan menangis karena perempuan lagi paman...”ucap Tsatsa sambil mengedip jahil.
“kau...”Nam Gil mengusap kepala Tsatsa lembut.
“ aku akan menemui umma...”ucap Tsatsa lalu menunduk pergi. Nam Gil tersenyum menatap langkah ringan Tsatsa.
1 minggu kemudian...
“aku tak yakin.., aku tak ingin meninggalkanmu...”ucap Linda bertahan duduk di sebelah Dhicca.
“Linda..., jangan kekanak-kanakan..., aku tak ingin kau membolos terlalu lama..., kembalilah dan catatkan pelajaran untukku...”ucap Dhicca yang masih di bantu selang pernafasan, namun terlihat sehat.
“tapi...”ucap Linda ragu ketika Lina datang dengan plastik penuh makanan untuk Dhicca.
“kau belum kembali? Frans menunggumu...”ucap Lina sambil meletakkan belanjaan di meja.
Linda menatap Dhicca yang terus menyuruhnya pulang.
“baiklah..., tapi kau mau berjanji untuk tidak melanggar aturan dokter..”ucap Linda bersyarat.
“dan berjanjilah padaku, untuk tidak mengatakan apapun di mana aku di rawat...”balas Dhicca.
“Ara aku mengerti, umma aku ke rumah paman Nam Gil dulu..., jangan lupa untuk menelphonku nanti...”Linda meninggalkkan kamar sambil memeluk Lina.
“umma..”ucap Dhicca, sambil mengigil menahan sakit.
“kau tak apa?, akan ku panggilkan dokter...”Lina akan berbalik ketika Dhicca menarik tangannya.
“umma..., berjanjilah kau tak akan mengatakan pada Linda tentang kondisiku...”ucap Dhicca dengan nafas teringah.
Lina menatap Dhicca dengan penuh kasih sayang,”baiklah jika itu maumu...”Lina tersenyum dan bergegas keluar tanpa melihat Linda yang berdiri di sebelah pintu setengah bersembunyi.
Di ruangan Saeng Baksanim...
“aku tak tau apa lagi yang harus aku lakukan...”ucap Lina dengan wajah letih,”aku sudah tak memiliki apa-apa lagi...”
Saeng tersenyum pada Lina,”jangan menyerah..., aku akan membantumu...”ucapnya dengan tenang.
“ottoke...”Lina merebahkan kepalanya di atas meja,” aku harus menyelamatkan Dhicca segera.., aku tak ingin dia lebih menderita aku tau penyakitnya akan semakin parah jika terlambat di operasi...”kata Lina dengan tegang.
Saeng menghela nafas berat,”aku tau..., itu memang sulit..., aku bisa menangguhkan biaya operasinya...”ucap Saeng namun Lina menggeleng.
“aku tak ingin semakin merepotkanmu...”ucap Lina dengan tulus,”aku akan mencari cara secepatnya, apakah Dhicca sudah bisa pulang dalam waktu dekat ini?”
“ku rasa belum, kita belum berani melepas tabung oksigen..., ku rasa bagian dalam yang berasalah mengalami pembengkakan....”ucap Saeng dengan berat.
Lina tertunduk lemah, sementara Linda mendengarkan dari luar dengan shock dan tak mampu bergerak.
“mau kemana kau?”tanya Rindi saat Tsatsa akan pergi.
“jangan curiga ahjumma...., aku hanya pergi sebentar, aku tak akan kabur seperti dulu...”kata Tsatsa,”aku akan pergi bersama Bella...”ucap Tsatsa dan berjalan keluar pintu berpapasan dengan Nam Gil yang baru saja datang.
“mau ku antar?”tanyanya.
Namun Tsatsa menggeleng dan terus pergi menghampiri Bella yang telah berada di luar.
“ada apa paman?”tanya Rindi yang kemudian bersiap ketika Body Guardnya sudah datang.
“tidak...,kau juga ingin pergi?, apa Linda sudah kembali?”tanya Nam Gil meletakkan tas dan jasnya di kursi.
“ya...., aku harus mulai pekerjaanku jika ingin membangun rumah itu lagi..., ku rasa belum Frans Chan yang menjemputnya tadi...”ucap Rindi lalu berjalan keluar,”aku pergi paman...”
“m...”Nam Gil mengangguk dan duduk sambil bersandar ringan di sofa.
“kau tak akan membawaku ketempat yang aneh kan?”tanya Bella dengan nada was-was.
Tsatsa tak memperdulikan kata-kata Bella dan terus menatap ke arah sebuah gedung,”sssttt...., Bella sini...”Tsatsa menarik Bella untuk bersembunyi di belakangnya.
“siapa itu?”tanya Bella saat seorang pria keluar dari sebuah mobil.
“Appa..., dia ayah kita...”ucap Tsatsa tertahan dia kemudian berbalik dan menatap kebingungan di wajah Bella,”dia orang yang umma cintai..., kurasa hanya dia yang bisa membantu kak Dhicca...”ucap Tsatsa dengan perlahan.
“ada apa dengan kak Dhica?”tanya Bella aneh.
Tsatsa mengerutkan alisnya,”aku hanya mendengar dari pembicaraan umma dan paman Nam Gil kemarin jika kak Dhicca harus melakukan operasi besar...”
“be...benarkah? apa yang lain mengetahuinya?”Tanya Bella dengan panik.
“ku rasa tidak...”ucap Tsatsa dan kembali memperhatikan laki-laki yang telah memasuki gedung itu.
Tsatsa berjalan pelan mengikuti masuk ke dalam gedung, sementara Bella masih berdiri di tempatnya ketika Tsatsa menariknya untuk mengikutinya.
“kau benar-benar gila...”ucap Bella menarik tangannya dan menatap penjagaan kantor yang ketat.
“harus di coba...”yakin Tsatsa,”ini demi kak Dhicca...”tambah Tsatsa, keduanya mengendap memasuki perusahaan itu dengan sangat hati-hati.
“aku tak yakin...”ucap Bella ulai khawatir.
“ayolah Bella..., hanya kau yang bisa ku andalkan...”rayu Tsatsa.
Bella tersenyum sinis,”tidak kah kau pernah berfikir kita akan ketahuan dan di laporkan ke polisi jika kita ketahuan menyelinap seperti ini?”tanya Bella.
“aku yakin tidak...”kata Tsatsa yakin dan terus berkonsentrasi mengintai.
“termasuk itu?”tanya Bella sambil menatap ke seorang penjaga yang mendekat ke arah mereka dari belakang Tsatsa.
“Bella mengapa kau tak mengatakannya dari tadi?”Tsatsa langsung menarik Bella entah ke arah mana.
“aku sudah mengatakannya padamu..., aku menjemput adikku..., kau menyebalkan...”Frans Chan memutus telfonnya dengan tersentak.
“siapa kak? Kekasihmu?”tanya Linda tanpa semangat.
“anio..., hanya teman...”Frans berkilah dan terus jalan menuju halte,”apa yang kau fikirkan Linda? Kau akan jalan terus hingga rumah?”tegur Frans ketika Linda berjalan terus setibanya di halte.
“ah...,mian aku lupa...”Linda hanya berblik dan terduduk di bangku halte sambil menatap tangannya yang di perban.
“ada apa?”tanya Frans sambil menatap adiknya,”kau sedang ada masalah?”.
“ani..., kakak..., apa yang kakak katakan pada wali kelasku?”tanya Linda.
“tak perlu ku katakan pun wali kelas kau sudah tau..., oh iya saat aku sedang mengambil barang yang masih bisa di gunakan ada seorang lelaki yang mencarimu, tapi seperti yang sudah kau ancam padaku, aku tidak mengatakan di mana kau di rawat...”ucap Frans.
“apa? Siapa?”tanya Linda mengingat,”Jun Ki?”.
“ku rasa, aku lupa naanya tapi aku hanya tau dia seorang model...”ingat Frans,”kau berpacaran dengan seorang model?”tanya Frans menyelidiki sambil tersenyum jahil.
“a...anio..., kakak terlalu mengada-ada...”ucap Linda dengan wajah bersemu merah.
“aha..., ternyata adikku yang tomboy dan urakan memiliki seorang pacar..., kau sudah akan bertobat?”ledek Frans Chan.
“kakak..., berhentilah menggodaku...”ucap Linda sebal, Bis berhenti tepat di depan mereka. Ketika Linda akan masuk seseorang menariknya.
“heisshhh...., kau gi...la...”Linda terdiam ketika menatap Jun Ki yang memandangnya dengan tatapan khawatir.
“pabo...”ucap Jun Ki,”bolehkah aku yang mengantarnya? Aku ingin bicara berdua dengannya...”ucap Jun Ki.
“tentu..., asalkan kau mengantarnya pulang...ini alamatnya...”ucap Frans Chan sambil menyerahkan secarik kertas pada Jun Ki yang langsung menarik Linda ke dalam mobilnya.
“lepaskan aku..., au...”Linda menahan sakit di tangannya yang tak sengaja membentur kap mobil.
“pabo..., jangan banyak bicara atau aku akn membawamu ke rumah sakit lagi...”ancam Jun Ki hingga Linda terdiam dan menuruti kata-katanya. Jun Ki hanya diam sambil menyetir tanpa menatap Linda, hingga keduanya tiba di sebuah tempat.
“ya...., kau pabo...”ucap Linda dengan nada kesal.
Jun Ki menatap Linda lalu menarik lengannya yang terluka,”kau yang pabo..., aku mencarimu di semua rumah sakit...., kau bahkan tak menghubungiku dan tak mengangkat telphone dariku...”omel Jun Ki,”apa yang kau lakukan dengan lenganmu? Kau melakukan hal bodoh lagi kan? Kau ... bisa tidak,tidak membahayakan dirimu?”
Linda menatap Jun Ki,”aku tau aku memang pabo dan ceroboh, tapi aku tak ingin keluargaku celaka...”.
“prinsipmu yang tak akan membiarkan keluarga dan bahkan musuhmu celaka di sekitarmu...”ucap Jun Ki sambil tersenyum sinis.
Linda memegang kepalanya yang berdenyut tanpa di sadari Jun Ki,”ya..., itu prinsip...ku...”ucap Linda terbata.
“hanya...,ada apa denganmu?”tanya Jun Ki sambil menatap Linda,”hei..., kau tak apa kan? Linda...hei...Chagae (siput)...”pekik Jun Ki hingga Linda menatap ke arahnya.
“kau..., memanggilku apa tadi?”tanya Linda sambil menatap Jun Ki lekat.
“a...ani..., ada apa denganmu?”ucap Jun Ki berkilah.
“Chagae..., kau mengatakan itu..., kau...kau...”
“lupakan aku asal bicara...”ucap Jun Ki kemudian berjalan keluar dari mobilnya diikuti Linda.
“kau pura-pura tuli?”tanya Linda sambil menjitak Jun Ki dengan sebelah tangannya.
“ya...”pekik Jun Ki.
“kau tak ingin mengatakannya padaku?”tanya Linda,”apa yang ingin kau bicarakan? Kau hanya ingin marah?”tanya Linda.
Jun Ki menatap Linda ragu lalu berbalik pergi.
“ya...., olppaemi (burung hantu)...kau memang masih seperti olppaemi...”kata-kata Linda membuat langkah Jun Ki terhenti,”kau baik-baik saja kan? Waktu itu, apa kau terluka?”tanya Linda dan mendekat ke arah Jun Ki,”maaf... waktu itu gara-gara aku kau...”
“kau bicara apa? Ayo kita kembali ku rasa kepalamu masih belum sembuh...”Jun Ki masuk ke dalam mobilnya diikuti Linda yang hanya menghentak jengkel dan mengikuti masuk ke dalam.
“sampai kapan kau akan menyembunyikannya?” tanya Linda,”ya..., mian aku....”
“perhatikan jalan...”ucap Jun Ki yang langsung melajukan mobilnya.
“kya..., kau gila...”ucap Linda sambil menatap spedometer.
Jun Ki hanya tersenyum sinis,”ku rasa itu hanya pura-pura..., kau sering melakukannya...”
Linda terdiam dan menatap Jun Ki dengan wajah sebal.
TBC....